Tadi siang untuk memanfaatkan 1 jam istirahat aku coba menggoreskan kenanganku waktu kuliah dulu. Tulisan itu sudah 95 % jadi, tapi bunyi bel masuk kerja mengagetkanku jadinya buru-buru aku “save” dan “close” karena aku ga mau melakukan hal lain pada jam kerjaku takut korupsi waktu (he he he “gerakan anti korupsi” nih ceritanya). Eh saat mau ku cek lagi tulisan itu sudah hilang, yah kecewa banget deh aku.
Beberapa menit kemudian ada yang sapa aku dichating ternyata someone yang selama ini memotivasi aku untuk terus menulis, aku ceritakan semua kekeselanku karena hilangnya tulisan itu. Dia menghiburku “pasti ada hikmah dibalik itu – tepatnya : lain kali kalau nulis lagi musti disave di word dulu”. Yah gimana lagi mau ga mau aku musti ikhlas melepas tulisanku itu.
Nah pada kesempatan ini aku akan mencoba untuk mengeksporasi kembali. Saat ini memang aku sedang haus sekali akan ilmu, sedang pengen-pengennya belajar. Kadang aku berpikir kenapa ya kesadaran akan ilmu ini baru “membara” sekarang disaat aku sudah harus mengaplikasikan ilmu dan mencari ilmu-ilmu yang baru. Tapi ga apa-apa lah, kan kewajiban menuntut ilmu sampai liang lahat kenapa aku musti nyesel.
Masih segar dalam ingatanku waktu Pae Mae memintaku untuk belajar dulu, selalu saja ada alasan untuk menunda-nunda ya masih sore lah, ya ga ada PR & ulangan lah dan lain-lain. Terkesan belajar adalah suatu paksaan. Padahal saat itu kalau aku ditanya apa cita-citaku dengan mudah aku menjawabnya “pengen jadi dokter, jadi dosen, jadi polwan, jadi pengusaha”, dengan kondisi sangat sadar bahwa itu semua bisa diraih dengan belajar tekun tanpa paksaan. Tapi kesadaranku tidak seiring dengan pemahamanku akan masa depan sehingga selalu saja alasan-alasan enggan belajar aku lontarkan. Aku ga tahu apakah kondisi seperti ini (malas belajar) juga dialami oleh teman-teman sebayaku waktu itu. Sehingga praktis sejak SD sampai SMP prestasi sekalohku adalah peringkat 10 (dari belakang he he he). Ya gimana mau dapat peringkat bagus belajar aja “ogah”.
Seiring dengan kenaikan level sekolahku menuju SMA dan adanya “ancaman atau tepatnya motivasi” dari Pae bahwa kalau aku ga bisa mendapatkan “PMDK” untuk kuliahku nanti maka aku tidak akan dibiayai karena kondisi ekonomi keluarga yang terbatas waktu itu, maka semangatku untuk “belajar dengan ikhlas” alias dengan kesadaran dari diriku sendiri pun mulai tumbuh. Aku membuat managemen waktu walau waktu itu aku belum paham betul urgensi dari waktu, yaitu :
sepulang sekolah jam 14.00 wib aku “bobo siang” sampai jam 15.00 wib
jam 15.00 wib aku mengerjakan pekerjaan rumah (angkat jemuran, masak, siapin air hangat untuk mandi Mae karena waktu itu Mae sakit selama hampir 5 tahun, mandi dan menyapu halaman)
habis magrib aku pergi ngaji di rumah Pak Kyai yang tak jauh dari rumahku (kadang aku malas juga sih, Pae Mae ga henti-hentinya memotivasi aku agar mau ngaji dan alhamdulillah sekarang aku bisa merasakan manfaatnya) sampai isya aku pulang
habis isya aku lanjutkan dengan menyiapkan perlengkapan untuk sekolah besok, biasanya aku lanjutkan tidur tapi kadang aku diijinkan untuk nonton acara TV favoritku (aku lupa judulnya) sampai jam 20.00 wib
jam 20.30 sampai jam 2.00 pagi aku tidur (yah lumayan 6 jam yang berkualitas)
jam 2.00 wib aku bangun dan mengerjakan sholat malam yang motivasiku waktu itu adalah supaya Alloh memberi aku kecerdasan dan memudahkan aku untuk meraih prestasi di sekolah, kemudian aku lanjutkan belajar sampai kurang lebih menjelang subuh. Aku memilih belajar pada dini hari seperti ini karena pikiranku fresh sehingga aku dapat mudah berkonsentrasi untuk memahami pelajaran dimana tidak terganggu suara bising dari TV atau obrolan orang.
Sebelum subuh aku sempatkan menanak nasi terlebih dahulu supaya bisa ditinggal untuk sholat subuh.
Habis subuh aktivitasku tinggal masak lauk dan mencuci sampai jam 5.30 wib
Setelah itu aku mandi, pakai seragam dan sarapan sampai jam 6.15 wib aku siap berangkat sekolah.
Aktivitas ini menjadi jadwal rutin harianku bahkan sudah menjadi “jam biologisku” sehingga kalau aku langgar biasanya jadi ga optimal hasilnya. Setelah aku kuliah jam biologis ini mulai terlanggar apalagi sejak aku kenal dengan yang namanya “organisasi kemahasiswaan” di tingkat 2 (maklum waktu SMU aku “study oriented” sehingga praktis aku tidak menikmati yang namanya organisasi), sehingga seperti “demam organisasi” aku begitu semangat dengan rapat-rapat dan menyusun konsep-konsep. Otomatis hal ini menyebabkan aku jadi ga fokus terhadap kuliahku, kuliah hanya menjadi sampingan disela-sela aktivitas organisasiku (padahal posisiku diorganisasi tidak penting-penting amat hanya seksi sibuk he he he).
Seringkali saat kuliah aku mengantuk beberapa menit setelah dosen membuka mata kuliah (gimana ga ngantuk coba, duduk nyaman), hal ini tentunya ga lepas dari perhatian temen-temenku bahkan dosen pun tahu. Karena aku selalu mengambil kesempatan untuk duduk didepan kalau tidak terlambat (“PD” kale) tapi sering terlambatnya sih jadi duduk dibelakang deh lebih enak buat ngantuk tentunya he he he.
Aku sebenarnya sudah berusaha untuk menterapi penyakit ngantuk ini, mulai dari pola makan, minum suplemen penambah darah (katanya ngantuk itu salah satu gejala kurang darah) dan tentunya peran teman-teman yang duduk dibangku sebelahku. Kalau sudah mulai ada gejala ngantuk temen-temen kreatif aja untuk membangunkanku ya dicubit lah, dikagetin lah (makasih ya pren – terutama mba Yul dan Nyit2 he he he). Tapi yah dasar ngantuk gimana lagi sampai-sampai temenku (Gatot apa ya kalau ga salah) memberikan julukan “miss sleepy” . Kalau mengingat ini semua jadi malu rasanya, tapi apalah daya semua telah terjadi. Bahkan sampai sekarang pun kalau ketemu sama temen-temen yang utama ditanyain pasti “susi masih suka ngantuk ga?” menjengkelkan sih tapi ga juga ding itu akan menjadi kenangan lucu selamanya. Justru dengan itu aku jadi diinget sama temen-temen (iya ga…??? GR dikit boleh dong he he he ).
Kalau sudah ngantuk begitu biasanya “fotocopy” bahan kuliah jadi andalanku menjelang ujian. Jadinya aku musti kerja keras untuk memahami dan menghafalnya, padahal aku paling ga suka kalau menghafal tapi ya kudu bisa. Dan akhirnya pun aku mendapatkan nilai yang ga optimal pula. Di awal-awal tingkat 2 dan 3 IPK ku sih ga terlalu mengkhawatirkan karena aku masih punya tabungan nilai di tingkat 1 yang lumayan tinggi sehingga IPK standard bisa aku pertahankan.
Rupanya aku terlalu lalai dengan hal ini dan aku tetap asyik dengan organisasiku. Sampai akhirnya kenaikan ke tingkat 4, IPK ku bener-bener drop dan siap-siap deh dimarahin sama ortu. Aku bener-bener ga berani telephon ke rumah tapi hal ini juga tidak membuatku jera dan kemudian meninggalkan organisasi. Sampai kemudian Pae telephon aku tetapi diluar dugaanku ternyata Pae Mae tidak marah sedikitpun. Beliau malah memberikan aku wejangan lembut seperti air sejuk yang menyirami tubuh yang panas karena terbakar api takut “ Nduk coba introspeksi diri, kamu ikut organisasi boleh bahkan Pae malah seneng asal kamu bisa membagi waktu dan tidak semua kegiatan kamu lakukan. Pilih kegiatan yang tidak mengganggu aktivitas kuliah kamu. Masih ada kesempatan kamu untuk memperbaiki ditingkat 4 dan skripsi kamu”. “Subhanalloh terima kasih Pae Mae itu tidak akan pernah aku lupakan”.
Malam itu juga aku mulai berbenah diri bagaimana dalam waktu satu tahun ini berusaha untuk mengoptimalkan segenap waktu yang tersisa untuk membuat perbaikan. Setahun pun berjalan dengan segala daya upaya aku mencoba bangkit tentunya dengan banyak bantuan dari teman-temanku Alhamdulillah akhirnya tepat 4 tahun lebih sedikit aku bisa menyelesaikan gelar sarjanaku walau dengan IPK yang tidak terlalu bagus tapi setidaknya tidak jauh dari standard.
Aku tidak lantas senang dengan itu aku punya tekad harus aku perbaiki dengan lebih baik lagi di KoAs Dokter Hewan nanti. Alhamdulillah kuliah di KoAs ternyata tidak sesulit yang kubayangkan karena semuanya cenderung aplikatif dan merupakan pendalaman dari kuliah S1. Dan tentunya semua lebih mudah dilakukan karena setelah KoAs aku tidak terlalu aktif di organisasi lagi.
Dan lebih enaknya lagi di KoAs dibentuk kelompok dimana dengan kelompok itu kita banyak melakukan aktivitas bersama-sama mulai dari kelompok diskusi, study kasus, mengerjakan tugas, kelompok praktikum sampai kepada Praktek Kerja Lapangan baik di Rumah Sakit Hewan, Koperasi Unit Desa untuk praktek inseminasi buatan pada Sapi, dan perusahaan-perusahaan pengolahan hasil ternak.
Di dalam kelompok ini kami menjadi sangat dekat bahkan seperti sebuah komunitas keluarga baru. Keseharian kami diliputi “dinamika bercengkerama” saling menasihati, sedih, tertawa, tolong menolong bahkan tidak sering pula saling mengolok-olok, tapi disitulah yang membuat kami makin dekat satu sama lain.
Setelah lulus KoAs aku boleh berbahagia karena sehari setelah wisuda aku dapat panggilan test kerja di PT. Charoen Pokphand Indonesia. Alhamdulillah tidak melenceng dari profesi pikirku. Dan ternyata tidak hanya aku ada Ayang, Iis, Yuli, Wati, Lina dan beberapa anak Fapet, yang walaupun kami tahu setelah berkumpul di tempat seleksi.
Semalam suntuk aku belajar psikotes dan beberapa mata kuliah tentang peternakan ayam. Karena merasa sudah mempersiapkan makanya aku optimis saat dihadapkan dengan soal-soal dan interview. Alhamdulillah hari itu juga aku lolos seleksi, tapi masih ada 1 seleksi lagi yaitu "medical checkup" seminggu kemudian. Alhamdulillah juga aku bisa lolos karena memang aku belum pernah menderita penyakit yang berarti dan semoga jangan pernah deh.
Bulan September 2004 akupun mulai bekerja. Selama bekerja di CP aku nomaden (pindah-pindah unit mulai dari Sukabumi, Subang, Pontianak dan sekarang di Salatiga Semarang - alhamdulillah jadi deket rumah. Setahun pertama bekerja sih iya masih nyrempet-nyrempet ke profesi karena aku masih terjun dilapangan ikut terlibat dalam control "proses penetasan ayam". Tetapi selanjutnya aku mulai serius dengan laporan, data-data dan dokumen jadi praktis sekarang pekerjaanku bener-bener melototin komputer. Ga nyambung banget kan sama profesi walau datanya masih deket dengan "proses penetasan ayam". Tapi jujur aja aku menikmatinya sih walau aku sekarang jadi sering cemburu sama temen-temen yang bisa exist sebagai dokter hewan.
Disaat aku sudah bekerja seperti sekarang ini kadang aku sangat rindu sekali dengan nuansa kampus dulu. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang memberondong di benaku:
Kenapa juga aku ga rajin belajar dari dulu? Padahal Ilmu Kedokteran Hewan itu kan asyik dipelajari (aku baru nyadar sekarang he he he)
Kenapa juga dulu aku terlalu semangat ikut berbagai organisasi? Padahal kalau aku fokus pada beberapa saja mungkin kuliahku ga akan terganggu
Kenapa juga aku ga deket sama temen-temen se FKH dari dulu kan aku ga jadi kuper dengan info kedokteran hewan?
Maklum organisasi yang dulu aku ikuti sebagian besar extra fakultas (BEM, DPM) jadinya ya aku ga terlalu mencintai Profesiku…tapi sekarang aku insaf kok mau taubat temen-temen (n_n.
Maafkan daku “profesiku” kalau aku sekarang tidak menekunimu, tetapi bukan berarti aku tidak merindukanmu.
Kalau saja aku boleh meminta kepada Alloh untuk memutar jarum hidupku ingin rasanya aku merajut hari bersamamu. Tapi Percayalah walau aku tidak bersamamu saat ini aku akan selalu berusaha mendekatkan diri kepadamu melalui teman-teman yang exist memperjuangkanmu.
Tetap semangat ya Bu DRH dan Bapak DRH
Maju terus pantang mundur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar