Disaat aku pulang malam minggu kemaren, disepanjang perjalanan pikiranku berkelana ditemani motor kesayanganku. Selama hampir 3 bulan ini aku bolak-balik naik motor, Alhamdulillah ternyata kemampuanku naik motor bertambah seiring dengan seringnya aku berkelana dijalan raya dan aku baru menyadarinya.
Yang dulu aku sangat deg-degan apalagi saat ada supir bis atau truk yang membunyikan "klaksonnya - Tet tet tet" dengan kerasnya serentak pula aku tidak bisa mengendalikan emosiku, jantungku makin dag dig dug keras dan goyahlah motorku. Tapi sekarang emosiku bisa lebih stabil, makin sering, makin banyak tantangan yang aku temui dijalan raya, jangankan cuma supir yang membunyikan klaksonnya, sekarang sudah beraneka ragam bentuknya, ada yang nyenggol lah, atau mendadak ada motor atau mobil yang menyeberang ga kasih "lampu sen", kemacetan dikaligawe karena ada perbaikan jalan, kena "jeglongan" jalan yang rusak, banjir dan lainya lagi.
Aku mencoba mengkorelasikan hal ini dengan hidup. Salah ga ya kalau "pembelajaran naik motor" aku analogikan dengan hidup. Mungkin terlalu ironis tapi maaf aku hanya ingin memudahkan saja supaya aku pun bisa lebih mudah memahami hidup ini.
Saat diawal belajar naik motor setiap orang pun pasti deg-degan (tapi ga tahu kalau ada yang langsung berani ya). Sama halnya dengan aku deg-degan yang dicampur aduk dengan keragu-raguan "bisa ga ya" masih ditambah lagi bayang-bayang menakutkan kalau kalau nanti jatuh atau menabrak sesuatu trus aku ga bisa mengendalikan motorku apalagi kalau tiba-tiba ada mobil besar didepanku, seabreg ketakutan itu menghantui pikiranku. Kemudian ada yang mengingatkanku "Si, belajar motor itu bisa kalau kamu lakukan dan kamu akan tahu betapa nikmatnya naik motor seiring perasaan kamu mengendarai motor itu. Karena sebenarnya hal-hal menakutkan itu hanya ada didalam pikiranmu sendiri dan lagian segala sesuatu kan sudah ada yang Ngatur (red-Alloh)", siapapun orang itu yang telah memberikan motivasi besar kepadaku untuk bisa naik motor yang pasti terima kasih yang sebesar2nya. Nasihat itu cukup bisa memberikan spirit kepadaku.
Saat itu rasa takutku ku buang jauh-jauh, dia mencoba mengintip ke hati dan pikiranku tapi tidak kubiarkan dia masuk biarpun hanya sesaat. Karenanya aku sekarang jadi bisa naik motor walau diawal aku naik motor banyak orang yang mengkhawatirkan keselamatanku karena aku terlihat sangat tidak "PD". Aku punya jurus ampuh yaitu sejak pertama kali aku menghidupkan motor sampai ditempat tujuan hatiku ga berhenti berdzikir pada-Nya, walau kata orang ini kulakukan sebagai manifestasi rasa takutku tapi tak apalah setidaknya rasa takut itu telah aku gantungkan kepada Pemberi Rasa Takut itu yaitu Alloh SWT. Tapi toh dengan semua yang telah terjadi Alhamdulillah akhirnya sekarang aku bisa. Ya bisa karena biasa.
Sama halnya dengan hidup. Disaat kita mau mengambil keputusan untuk melakukan suatu hal di dalam hidup kita banyak sekali keragu-raguan, bayang-bayang menakutkan itu selalu saja hadir. Dari kita masih kecil saat baru mulai mengenal kehidupan ini bahkan sampai kita menghadap sang Kholik.
Di saat kita mau masuk sekolah baru "takut nanti ketemu teman-teman baru, takutnya mereka nakal-nakal". Disaat masuk kuliah walaupun umur sudah bertambah dan pergaulan sudah makin luas tetap saja "takut jauh dari orang tua, takut nanti banyak saingan kan siswanya dari seluruh penjuru daerah". Disaat masuk kerja "takut gajinya kecil, takut kerjanya ga sesuai profesi dan minat, takut bossnya galak, takut dipindah-pindah ke daerah yang jauh dari tanah kelahiran bahkan tidak sedikit orang jawa yang ga mau bekerja diluar jawa". Sampai saatnya tiba berumah tangga disaat harus menentukan calon pendamping hidup dan saatnya harus membina keluarga sendiri rasa takut itu ga pernah berhenti tetap saja setia menemani "takut calonnya ga cantik, ga tampan, ga pengertian, ga cocok, ortunya galak, banyak nuntut, ga bisa memberikan kehidupan yang layak untuk anak istri (bagi laki-laki) dan ga bisa masak, melayani suami apalagi mendidik anak-anak (bagi perempuan) dan seabreg alasan-alasan lainnya yang kalau dicatat mungkin ga cukup dalam 1 buku diary".
Padahal sesungguhnya rasa takut itu ga pernah minta kita hadirkan dalam kehidupan kita, dia hanya minta ditempatkan pada tempat yang semestinya "yaitu takut kepada Alloh SWT semata, takut melanggar larangan-Nya, takut tidak bisa mencintai apa-apa yang Alloh dan Rasul-Nya cintai", tapi kenapa juga kita mengundangnya dalam kehidupan kita. Bukankan Alloh sudah memberikan kita rasa berani yang dilengkapi dengan anugerah fisik, akal dan hati yang Alloh ciptakan dengan sempurnanya.
Tapi memang sih ga bisa dipungkiri akupun seperti itu. Belum lagi kalau masalah hidup mulai berdatangan silih berganti apalagi berbarengan dan pada saat yang sama kita harus mengambil keputusan untuk menyelasaikan semua masalah itu. Rasa takut , was-was ga juga menjauh malah makin mendekat. Tapi ada hal yang harus kita lakukan kalaupun kita tidak mampu membuangnya jauh-jauh karena keterbatasan kita sebagai manusia setidaknya kita tidak memeliharanya dan kita gantungkan rasa takut itu dengan memohon Petunjuk dan Pertolongan Alloh SWT semata karena Dialah yang memegang ubun-ubun kita, apapun yang terjadi pada kita hanya karena Kehendak-Nya semata.
Semakin berani dan sering kita menghadapi masalah hidup yakinlah kita akan menjadi manusia yang makin bijak, cerdas dan dewasa. Bijak untuk bisa memanage emosi karena disitu akan bercampur aduk antara emosi sedih karena menerima musibah, bahkan putus asa. Bijak untuk bisa memange rasa takut agar dia tidak mengkucilkan kita. Bijak untuk bisa memperlakukan dengan baik orang-orang disekitar kita terutama orang-orang yang kita sayangi dan menyayangi kita, karena sudah biasa kalau kita sedang ada masalah pasti orang-orang terdekat kita sering kena batunya, kena omelan kita, kena fitnahnya kita, kena "penyalahan" kita, rasanya semua kekesalan dalam diri mau ditumpahkan semua. Kita juga akan makin cerdas untuk bisa menganalisa masalah dan kemudian mencari solusinya. Akhirnya setelah semua masalah selesai saatnya kita dewasa untuk mengambil hikmah terbaik yang Alloh berikan kepada kita. Apakah kita akan menjadi hamba yang makin bersyukur karena masalah itu terlewati sebagai ujian keimanan kita ataukah kita akan menjadi manusia yang kufur karena kita tidak lolos dan malah masalah itu semakin membuat hati kita makin menjauh dari-Nya.
Tentunya kita makin beriman ataukah makin jauh dari Alloh setelah semua masalah hidup itu sangat tergantung kepada sejauh mana kita bisa menempatkan rasa takut secara proporsional. Seperti di awal bahwa rasa takut itu ga pernah minta kita hadirkan dalam kehidupan kita, dia hanya minta ditempatkan pada tempat yang semestinya "yaitu takut kepada Alloh SWT semata dan takut melanggar larangan-Nya", tapi kenapa juga kita mengundangnya dalam kehidupan kita. Bukankan Alloh sudah memberikan kita rasa berani yang dilengkapi dengan anugerah fisik, akal dan hati yang Alloh ciptakan dengan sempurnanya untuk melawan semua kelemahan-kelemahan kita termasuk rasa takut. Wallohua'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar